Diam mungkin bukan emas?

Ada beberapa kejadian akhir-akhir ini yang menginspirasi saya untuk menulis diluar masalah sekolah rumah yang kami jalankan.

Pertama, kemarahan Aisha yang tidak terbendung. Kami, saya dan pengasuhnya sempat terkejut dengan kata-kata kasar yang kerap dikeluarkan Aisha belakangan ini. Puncaknya, ia memukul lalu menjambak rambut si Mbak dan mengucapkan kata yang kasar sekali.

Kenapa? apa tidak dilarang? Saya sudah menjelaskan buruknya arti kata-kata itu tetapi mungkin umur Aisha yang 5 tahun 8 bulan belum menangkap seluruh nasihat saya. Atau cara saya menasihati yang salah, atau dia hanya ingin melihat reaksi orang-orang disekitarnya waktu dia mengucapkan umpatan-umpatan itu. Saya mengabaikan pengaruh teman bermain, sopir jemputan saat kendaraan harus mengerem mendadak-yang tentu saja menghasilkan umpatan dari si Bapak, ini sudah saya konfirmasi dengan Aisha- dan apa yang dia dengar di luar rumah.
Saya hanya mengintrospeksi diri sendiri saja. Mungkin saat saya marah, mungkin saat saya harus mengerem mendadak saat membawa kendaraan, mungkin saat saya tidak sengaja mengucapkan umpatan..

Kedua, beberapa orang di tempat saya bekerja yang menjadi anarki-maaf- begitu segala sesuatunya berhubungan dengan uang. Kerja tim, etika dan kesopanan seolah menguap dari tempat kerja yang bisa saya anggap kondusif- kalau tidak kenapa saya ada disini 10 tahun terakhir?

Tetapi sepertinya jabatan dan uang sudah menutup mata beberapa orang ini. Bicara jadi kasar dan sombong, semua jadi lebih pintar dari yang lain. Kata-kata menyindir dan menghina, atau hanya menyinggung tentu tidak dipikirkan lagi-atau sengaja?
Sampai kadang pekerjaan utamanya terlupakan.

Satu hal yang mengaitkan kedua kejadian ini adalah rasa sedih di hati saya yang paling dalam. Seperti ada air mata yang tidak bisa keluar. Seperti ada tindakan yang seharusnya saya lakukan tapi tidak saya lakukan. Seperti ada yang ingin keluar dari diri saya dan memperbaiki semuanya..

Waktu saya selesai membaca buku NH Dini-Jepun Negerinya Hiroko, saya sempat merasa tokoh aku dalam buku itu saja yang terlalu perasa dengan kata-kata atau tingkah laku keras disekitarnya. Tetapi saat ini saya merasa seperti si tokoh aku dalam buku itu.

Diam mungkin emas, terhadap Aisha efeknya memuncak dan akhirnya saya memang bisa melakukan sesuatu karena dia anak saya, darah daging saya, dan saya bisa bercermin dan memperbaiki dari kesalahan Aisha sebagai Kesalahan diri sendiri. Tapi ada diam yang tidak emas, diam dengan menahan sedih dan membuat saya berkata-kata dalam hati, bahkan mungkin mengumpat.

Tapi intinya, sayalah yang harus menggunakan kejadian-kejadian ini sebagai cermin untuk memperbaiki pribadi saya sebagai seorang ibu, seorang isteri dan seorang karyawan. Atau saya yang hanya saya.

Komentar