Bayi, “Waktu Ibu” dan Homeschooling


Sewaktu masih bekerja dulu, saya merasa sudah sangat mahir dengan jadwal. Harian,mingguan,bulanan,tiga bulanan,semester, tahunan sampai tiga tahunan. Dari jadwal meeting, kalibrasi,laporan sampai audit dan proyek bisa dihafal,dijadwal ulang dan dilakukan tepat waktu tanpa ada masalah.
Tapi jadwal kegiatan ibu rumah tangga dengan dua anak kecil dan seorang bayi sangatlah berbeda. Apalagi salah seorang anak menjalani sekolah rumah, yang satu lagi memang sekolah formal tetapi memiliki kegiatan belajar di rumah yang sama aktifnya dengan adiknya yang HS dan tentu saja bayi berusia 2 minggu yang masih menuntut perhatian penuh 24jam. Tepatnya, ketiga anak kecil yang menuntut 24 jam waktu ibunya yang masih kurang pintar untuk menjadi ibu rumah tangga.
Maliq, yang menjalani sekolah rumah cenderung menyukai rutinitas sejak bangun tidur. Mulai sarapan, membantu saya membersihkan teras,carport dan halaman setelah suami berangkat ke kantor, mandi, dibacakan 2 sampai 3 buku cerita, bermain mobil-mobilan,sepeda,balok atau lego, kembali ke kegiatan belajar menulis atau menggambar dan seterusnya sampai waktu makan dan tidur siang diiringi dibacakan 2 sampai 3 buku lagi. Urutan kegiatan ini begitu disukainya hingga saya merasa kewalahan di minggu pertama setelah melahirkan. Terutama kesukaannya dibacakan buku yang juga saya sukai. Kami biasanya membaca hingga 10 buku per hari, dan ini sama menyita waktunya dengan menyusui! Itulah yang akhirnya saya pelajari. Membacakan buku sambil menyusui si bayi, ternyata asyik juga.
Aisha sedikit lebih mudah karena ia sudah bisa mengurus dirinya sendiri. Tetapi masih memerlukan saya saat belajar matematika dan komputer. Sekolah formal memang mematikan kemampuan improvisasi anak untuk belajar, tapi karena keluarga kami memerdekakan anak bila ingin sekolah atau sekolah rumah, jadi saya hanya menyediakan diri untuk membimbingnya saja saat ia memerlukan. Yang bisa dimanfaatkan adalah kemampuan komputer dan membacanya...untuk mengajari Maliq!


Sibuk, tentu saja. Belum termasuk bayi Langit yang minta disusui setiap 2 jam. Di kota kecil seperti tempat tinggal kami ini, jasa pembantu rumah tangga sangat mahal dan langka. Tidak ada yayasan penyedia jasa PRT, kalaupun ada jasa penitipan anak yang mengikuti jam kerja pegawai negeri. Ada juga orang yang bersedia mencuci dan membersihkan rumah, hanya sulit mencarinya, biasanya orang dari pulau jawa saja. Jadilah diantara jam kerjanya yang 12 jam, suami pun biasanya turun tangan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Alhamdulillah, suami saya sudah biasa membantu sejak kami baru menikah.
Jadwal yang padat, tetapi saya jadi rajin mencari “waktu ibu”. Untuk membaca, menulis, sekedar online mencari informasi dan tambahan materi belajar untuk anak-anak dan tentu saja tidur siang yang nyenyak. Saat mengandung tempo hari, saya malah alergi pada kegiatan-kegiatan itu. Baru menyalakan komputer saja rasanya pusing dan mual.
Yang paling sulit dari semuanya adalah mengendalikan emosi. Saat lelah dan masih banyak hal yang perlu dikerjakan, marah dan berteriak sangatlah sulit dihindari. Padahal saat banyak pekerjaan kantor, perasaan hati biasanya senang. Maka, lebih sulit mengatur jadwal saat ada bayi dan anak yang bersekolah dirumah daripada menjadwal ulang semua rapat, audit dan proyek di kantor.
Salut buat semua ibu!

Komentar

  1. Assalamualaikum,bu aniek,
    Saya salut pda usaha kemandirian ibu dlm mengurus ke3buah hati, bu bgmn cara meredam sikap kita disaat hati tngah marah/kesal pda buah hati/kelg?ad fb anda?blh saya knln dg anda?trmksh sblmnya,ummu ayyub( makassar)

    BalasHapus

Posting Komentar