M&M

Tentang dua semangat belajar


Anak-anak selalu bersemangat mempelajari hal baru. Aisha dan Maliq misalnya, sedang jatuh cinta pada lingkungan barunya yang dekat dengan alam. Tidak seperti di perumahan-perumahan padat di Bekasi pada umumnya dimana anak-anak bermain di jalanan beraspal atau lapangan sekadarnya, kalau beruntung bisa melihat hewan dan ibu-ibunya tentu melarang mandi hujan karena dekatnya polusi.


Pelaihari mungkin merupakan ibukota Kabupaten Tanah Laut, tetapi bagi kami tetap saja ini adalah sebuah desa. Maliq dan Aisha bisa melihat kambing yang tiba-tiba memasuki halaman rumah, menggoda sapi (bahaya sih) yang diikat dipohon depan rumah pemiliknya ketika mengikuti saya pergi ke warung dan mandi hujan kapanpun hujan turun. Belum lagi halaman luas yang memiliki semak dan bunga liar di sudut-sudutnya – saya belum terampil mengurus halaman karena di Bekasi kami tidak punya halaman selain taman kecil dengan beton dan paving block! – Kumbang,kepik,semut merah dan cacing mudah saja ditemukan saat ini. Tanaman obat,bumbu dan buah juga tumbuh begitu saja; pisang,kencur,kemangi,mahkota dewa,cabe,kunyit,sereh, siap dicabut,dicium,diamati dan memang benar-benar dilakukan keduanya. Semua dieksplorasi. Di tempat tinggal kami di Bekasi, Mall lebih banyak dan lebih mudah ditemukan daripada seekor ayam hidup yang masih bisa berkeliaran dan di kejar. Kalaupun ada ayam,sudah masuk gerai makanan siap saji.



Sementara ini lingkungan pedesaan masih menyemangati anak-anak saya. Tetapi berapa lama mereka sampai bosan? Itulah yang kami,orangtuanya coba siapkan sejak sekarang.



Anak-anak memang cepat bosan, tetapi karena sifat itulah mereka pandai mempelajari sesuatu dan selalu bersemangat belajar apapun.



Tidak ada hubungannya dengan M&M coklat warna warni yang sangat kami sukai. M&M ini adalah inisial nama 2 orang yang pernah saya kenal. Mereka tentu saja tidak saling mengenal, hanya inisial namanya kebetulan sama.

M-1 (sebut saja demikian) adalah Presiden Direktur di tempat saya bekerja dahulu, berusia hampir 60 tahun dengan rambut yang sudah 90% beruban, beliau masih bersemangat mempelajari hal-hal baru sekecil apapun. Kualitas barang dan masalah yang melatarbelakanginya, bahan-bahan kimia (beliau berlatar belakang bisnis dan marketing), hingga cara mengoperasikan suatu alat. Semangat ini menular dan bisa dirasakan orang-orang di sekitarnya.

M-2 adalah seorang guru di sekolah Aisha. Dengan usia yang hampir sama dengan M-1 beliau sudah merasa tidak sanggup mempelajari hal baru. Satu lagi saja. Seperti sudah kehilangan semangat belajar.



Di salah satu bab buku “Dengan pujian, bukan kemarahan” Ibu Nesia Andriana Arif berceritera tentang semangat guru bahasa Jepang nya (memang orang Jepang) yang sudah berusia 80 tahunan. Penulis juga mengulas tentang semangat belajar manula di negeri sakura tersebut. Saya mengalaminya sendiri dengan M-1 namun baru benar-benar menyadari semangat belajarnya setelah berjumpa dengan M-2,yang ironisnya adalah seorang pengajar.

Membandingkannya memang tidak adil, tapi saya hanya memetik pelajaran mengenai dua semangat belajar, dan memupuk semangat keluarga kami untuk belajar sepanjang hayat.

Bukankah belajar itu menyenangkan?

Komentar