Buat Ibu Gurunya anakku

Aisha menelepon saya di kantor siang ini,”Mami, Kakak mau buka puasa”
“Kenapa?”
“kata Bu guru, anak kelas I belum wajib puasa”
“Mami bilang juga belum wajib, tapi tahun depan kakak sudah wajib puasa. Lagian kakak sudah kuat puasa sampai maghrib”
“Tapi, bu guru bilang, anak kelas I belum wajib”
“Tapi, kalau kakak masuk neraka, bu guru gak ikut temenin kakak”

Kenapa, Bu Guru?

Kenapa bukan motivasi dan pujian yang diberikan buat anak-anak yang sudah bisa memulai lebih dulu? Kenapa malah dijelaskan tidak wajibnya?
Lain kesempatan, saya memeriksa buku nilai harian Aisha. Sistem dari sekolahnya bagus, anak-anak diharuskan mencatat apa-apa yang semestinya dilakukan setiap hari. Dari kegiatan Ibadat, merapikan rumah dan atau belajar.
“kakak, buku ini gak dikasihkan ke bu guru?”
“Sudah, tapi gak dapat sticker”
“kenapa?”
“Mungkin karena banyak silangnya”

Aisha memang belum menjalankan ibadah harian secara rutin. Itu belum wajib. Tapi dia selalu belajar dan melakukan ibadah lainnya dengan konsistensi diatas rata-rata anak seusianya.

Sekali lagi, Kenapa, Bu Guru?

Kenapa tidak memberikan motivasi sekedar sticker “Cukup” atau “berusaha lagi”..Kenapa hanya diskriminasi dikosongkan seperti ini. Mungkin tandatangan sekedar tanda apresiasi sudah cukup.

Belakangan saya menghentikan penggunaan kartu prestasi buatan kami sendiri (bagian dari HS yang kami terapkan) karena khawatir Aisha bingung harus mengikuti yang mana. Lagipula, buku nilai harian dari sekolah lebih bagus dari Kartu Prestasi buatan saya, dan mungkin lebih dipikirkan oleh orang-orang yang mengerti kurikulum dan ini itunya pendidikan.

Tapi ternyata, buat motivasi Aisha, coretan gambar bintang yang saya buat untuk setiap prestasi hariannya lebih berarti. Saya selalu member tanda bintang, satu untuk cukup, dan semakin banyak untuk prestasi yang lebih bagus.

Kenapa - di sekolah Guru apa tidak diajarkan cara meningkatkan motivasi?

Komentar

  1. Yasmin juga pernah mengalami hal yg sama sm kaka Aisha. Dalam suatu acara yg di awal diinformasikan kalo setelah acara selesai setiap peserta akan mendapat hadiah dari panitia. Saya - yg notabene sudah terlalu tua untuk berharap akan hadiah - tidak terlalu "ngeh" akan besarnya efek "hadiah/penghargaan atau sejenisnya" terhadap seorang anak sampai ketika di akhir acara ternyata janji panitia tidak dilaksanakan ( dalam arti banyak yg tidak mendapatkan hadiah spt yg telah dijanjikan). Yasmin yg sudah dengan sabar dan senang menjalani acara tersebut menangis sampai kami tiba di rumah pun masi blum berhenti tangisannya itu...Tangisannya baru berhenti setelah ayahnya berjanji akan membelikan dia hadiah yang bisa dia pilih sendiri nanti di toko...harusnya setiap pendidik harus belajar juga ya ttg psikologis anak, bukan hanya mahir dan menguasai materi yg akan dia ajarkan pd anak didiknya.....

    BalasHapus
  2. karena mereka tidak diajarkan demikian oleh ibu gurunya (dari Ibu Widya Agung-Milis Sekolah Rumah)
    ..let's break this chain of madness...

    BalasHapus

Posting Komentar