Belajar Menanam Pohon


Hari Sabtu 28 Agustus yang lalu kami mengunjungi rumah perubahan. Acaranya, Belajar menanam pohon (Organic Potting Plant) yang diselenggarakan Ibu Holy Setyowati dan disebarkan melalui milis sekolah rumah.


Perjalanan ke tempat milik Rhenald Kasali itu tidak terlalu rumit, hanya peta yang saya dapatkan dari facebook nya Rumah Perubahan, salah. Untung sebelumnya saya sudah bertanya pada suami mengenai daerah yang akan kami tuju. Dari rumah di Bekasi Barat, kami masuk tol kalimalang dan keluar di pintu tol pondok gede (jatiwarna) lalu belok kiri kearah kranggan. Di kanan jalan berturut-turut ada Pom Bensin, Bank mandiri dan PLN Jatirangon. Setelahnya baru Gang Masjid, tempat yang kami tuju. Walaupun bisa dibilang kampung, tapi tempat itu mudah dicapai.


Tiba di tempat tujuan, masih kepagian. Acara sedianya dimulai jam 10.00WIB, berhubung takut tersasar, saya berangkat dari rumah sekitar Jam 08.00, jadilah 1.5 Jam sebelum acara saya dan anak-anak sudah sampai.


Tapi tidak ada kebosanan yang melanda kami. Selain cara penerimaan yang baik, Bapak Satpam bahkan mempersilakan kami menunggu di Saung yang nyaman, suasana rumah perubahan yang sebenarnya school of enterpreneur itu mirip tempat rekreasi saja. Banyak kolam ikan, ada penangkaran biawak dan beragam tanaman yang belum pernah dilihat Maliq dan Aisha.

Jam 10.00 tepat, Ibu Holy dan keluarganya tiba di cafe (ruang pertemuan kami). Saya dan anak-anak pun diajak berkenalan dengan penulis buku "Homeschooling-creating the best of me" tersebut. Maliq langsung berteman dengan Claire, putri bu Holy yang terpaut umur kira-kira 1.5 tahun karena menurut mommy nya Claire hampir 4 tahun. Maliq menyebutnya "kakak" tapi Claire minta dipanggil "Cici".

Peserta acara ternyata tidak banyak. Berturut-turut datang Ibu Widya dan keluarga, saya mengenal beliau hanya dari posting nya di milis sekolah rumah, Ibu Natali dan keluarga, Ibu Joy dengan Davina dan Binsar dan keluarga Nadia dan Rahma. Tidak sampai 10 anak , maka sambil menunggu peserta lain (yang akhirnya tidak datang), kami diajak berkeliling oleh Tim Rumah Perubahan.


Ini yang menarik, dari gerbangnya rumah ini tidak terlihat besar. Tetapi waktu kami berjalan dari cafe sampai ke Green Zone (bagian belakang yang terdiri dari lapangan, kebun terong dan bunga matahari serta aula kecil), rasanya lumayan melelahkan. Selain jalannya yang naik turun dan menyerupai pematang sawah, kami melalui beberapa kolam besar yang lebarnya 10~20meter dan bahkan harus melalui sungai kecil!


Tentu saja menyenangkan, seperti berjalan-jalan di hutan kecil, kata Aisha. Sepanjang jalan anak-anak diperkenankan memberi makan ikan-ikan di kolam. Ada patin, lele, mujair dan gurame di beberapa kolam besar. Sebenarnya, kalau Aisha mau, ada terapi ikan juga dimana kaki anak-anak boleh dicelupkan ke kolam berisi ikan-ikan kecil (yang saya lupa tanyakan jenisnya) kemudian ikan-ikan tersebut akan membersihkan kotoran di kaki dengan cara menggigitinya!
Menurut Putra, anak ibu Natali, rasanya geli.

Selesai berkeliling, kami beristirahat dekat penangkaran biawak, tempat belajar menanam pohon. Sedikit kekecewaan pribadi, Aisha terpaksa membatalkan puasanya. Lelah, haus dan snack/minuman dibagikan begitu saja membuatnya tidak bertahan. Saya sempat menangis takut dosa, tapi yah..may Allah forgive me.

Acaranya sendiri lumayan seru,jelas anak-anak menikmati kegiatan berkotor-kotor mengayak kompos , menyiapkan media tanam, membuat lubang dan garis untuk memasukkan benih dan menyiramnya. Dipelajari juga cara memindahkan tanaman dari polybag ke pot(baru kali ini saya melihat cabai hitam!), lalu mengikat pohon terong ke batang bambu. Terakhir, mereka di"perkenankan" menggunting buah-buah terong yang ranum. Well, sebetulnya saya ingin mencoba juga karena belum pernah, tetapi malu. Maliq dan Aisha tidak suka terong, tapi suka acara panennya. Maliq bahkan menggunakan sayuran itu sebagai telepon genggam.

Tim rumah perubahan juga menjelaskan cara membuat jerat untuk lalat buah, tetapi waktu sesi ini berlangsung, orang tua peserta tampaknya lebih tertarik dan menguasai arena belajar. Mungkin karena dijelaskan juga tentang khasiat aroma daun kemangi? hmm...
Selesai belajar, kami semua dibawa kembali ke cafe dan anak-anak diajak menyimpulkan kegiatan hari itu. Sayang, tidak ada anak yang mau berbicara. Aisha sebetulnya mau, tetapi karena kakak-kakaknya yang lbih besar tampak malu, dia jadi tidak nyaman dan sedikit ngambek.
Secara keseluruhan, Aisha menyukai cara belajar seperti ini. Bahkan Maliq ikut belajar juga. Sampai dirumah, Aisha langsung berniat menuliskan pengalamannya. Menurut Aisha, pelajaran hari ini berhubungan dengan mata pelajaran PLH di sekolah. Dan dia pun minta dibelikan bibit tanaman dan pot ...

Komentar