Catatan-Saya yang tidak mengerti arti Potensi Akademik

Di sebuah mailing list yang saya ikuti, pernah ada posting menarik, Sesuatu tentang prestasi masa kecil yang tidak selalu berhubungan dengan masa depan. Saya lalu merenungkan masalah ini dan mencoba mengaitkannya dengan orang-orang disekitar saya.

Ada yang kecilnya juara 1 dari TK sampai SMA, lalu masuk perguruan tinggi negeri ternama, yah memang sekarang hidupnya lumayan berkecukupan. Tapi tidak luar biasa,masih berstatus pegawai yang juga tidak terlalu cepat naik pangkat,tidak juga menurunkan status legendarisnya sebagai ranking 1 di kelas kepada sang anak.

Ada yang dulunya sangat berbakat dalam bidang seni, semua lomba menyanyi-menari-pentas seni-band diikutinya. Karirnya sekarang tidak berhubungan samasekali dengan seni.

Ada yang menjadi wisudawan terbaik, lalu melanjutkan pendidikan lanjutan ke universitas negeri ternama. Dengan satu dan lain hal tidak menjalankan pekerjaan dibidang tersebut, dan tidak ada yang bisa dikatakan tampak sebagai seseorang yang sangat menonjol kemampuan akademisnya (dulu). Anak pun dimasukkan ke sekolah yang berdurasi panjang (full day?).

Adik saya tidak suka belajar.Waktu sekolah ibu saya seringkali harus membacakan materi pelajaran agar dia "mendengarkan". Ranking 1? saya tidak pernah mendengarnya walaupun kami satu SMP dan SMA. Dia bahkan bukan mahasiswa yang baik , atau bahkan mungkin tidak menyelesaikan kuliahnya-kehidupannya setelah SMA membuat kami sekeluarga menyerah. Sekarang dia menjadi manager marketing di sebuah perusahaan alat kesehatan ternama, belajar dan bisnis ke luar negeri setiap beberapa bulan (sudah sampai negeri cina, seperti sunah rasul!). Selain itu dia juga menjalankan bisnisnya sendiri. Hidupnya sekarang? boleh dikatakan sukses dan membuat orang tua saya bangga.

Kemarin saya mengikuti rapat sosialisasi kurikulum di sekolah Aisha. Sangat ditekankan pengertian orang tua murid masalah penilaian, bukan hanya bersumber dari ulangan semester. Sebelum masuk sekolah (dasar) ini, anak-anak yang belum lagi genap 6 tahun pun di ukur IQ nya, di tes potensi akademiknya, walaupun dengan alasan 'agar gurunya tahu sedikit tentang anak-anak Ibu/Bapak"..tetap saja, orientasinya kemampuan akademik.

Lalu belajar menjadi "agar mendapat nilai bagus" dan nanti "bisa melanjutkan ke sekolah bagus" dan lalu "bekerja di perusahaan bagus"

Apakah orientasi pendidikan, kurikulum dan semua metode belajar di sekolah (formal) demikian?Nilai bagus?

Saya setuju kalau praktik pengajaran perlu diukur keberhasilannya, salah satunya dengan nilai. Tapi kalau itu sampai menjadi orientasi dan harapan orang tua dalam keberhasilan pendidikan anak-anaknya..kok ya miris.

Saya bahagia dan bangga Aisha menjadi juara I saat lulus TK tempo hari. Tapi saya berharap, anak-anak saya tidak belajar dengan orientasi nilai akademik. Saya berharap, Maliq dan Aisha belajar dan menguasai kemampuan ..apakah ini yang disebut-sebut praktisi HS senior sebagai life skill? ... dan paling penting, saya berharap Maliq dan Aisha menjadi diri mereka sendiri, bangga dengan kemampuan dan apa yang mereka miliki, menjadi anak-anak yang percaya diri dan tentunya berahlaq mulia.

Saya berharap, mereka tidak hanya membanggakan dengan prestasi masa kecil. Tetapi menjadi orang-orang yang menikmati hidupnya dan mudah bersyukur atas apa yang mereka raih.

Komentar